Penyerapan darah itu memang sangat lama, karena mereka tak hanya menyerang tapi malah menghujani tempat-tempat yang seharusnya bisa digunakan untuk beraktifitas bagi para mahasiswa. Ruang auditorium ini, benar-benar sangat sepi. Ia merasa seperti ada yang sedang mengganggunya. Beberapa benda, jatuh sendiri tanpa ada angin masuk ke sana. Ia dan samba dewa hanya bisa menyaksikan kelakuan usil dari para makhluk halus yang ada disana.
Pria berambut panjang dengan kumis serta Jenggot tipis di wajahnya, memutuskan untuk jongkok. Ia prosesnya cukup memakan waktu. Sepertinya, bukan hanya tempat ini saja yang terkena cipratan darah yang mengandung parasite itu.
Pintu-pintu yang tertutup, mulai terbuka dengan sendirinya. Sambadewa yang ikut bersama Magek, melihat ada sesuatu yang masuk sambil membawakan surat. Seekor burung phoenix yang di beli oleh Magek sehabis ia pulang dari Mesir. Burung seharga 1 kompleks area perumahan, dengan membawa sebuah gulungan yang di lempar lalu di tangkap oleh Sambadewa. Burung itu ibarat seperti sesuatu yang hanya sekedar numpang lewat. Habis itu kemudian ia pergi, terbang lagi ke angkasa.
"Buka saja" Perintah Magek yang masih sibuk dengan tugasnya. Sambadewa lalu membuka gulungan tersebut. Ia membacanya dengan saksama. Ekspresi Sambadewa seakan kaget, sekaligus tersenyum.
"Apa isinya?"
"Ah, Dama alah pulang (Dama sudah pulang)" Ucap wanita itu dengan raut wajah bahagia.
"Yo bana tu?( Yang benar tu?)"
"Ia ini di kasih tau"
Sedang sibuk-sibuk begini, adiknya malah pulang kampung.
"Apalagi isi suratnya?"
"Ah, di sini di tulis kalau dia sekarang pergi dengan Monra makan nasi ketan durian bareng"
"HAH, MAKAN KETAN DURIAN BARENG?!! "
"Emang kenapa? Kan gak salahkan? Mereka temenan dari kecil"
"Tapi salah satunya itu udah jadi anak buah perempuan yang suka nerbangin kepalanya itu. Saya juga mau makan ketan durian. Udah lama, sudah dua minggu"
"Alah, Mangangak je. Beko awak buek an. Salasaian iko lu (Berisik saja, nanti saya bikinin)"
"Sambadewa"
Wanita itu hanya geleng-geleng kepala melihatnya.
___________________________________________________________________________________
"Ni jien jue, bu xi wo , wo teng tai... wo bian mo mo de rang ni zhou kai.
Ru ji ni, shou de xang hue lai..
Cao ru he ji sho je ang pai"
Intan mendengar Aul menyanyikan lagu mandarin dengan begitu fasih pada saat itu menjadi list yang terputar di mobil yang dia kendarai.
"Ini sebenarnya lagu dari siapa sih?"
"5566. Lagu ini menjadi sountrack drama Taiwan"
"Iramanya bagus ya?"
"Ini adalah lagu yang sering di nyanyikan sama abangku kalau dia sedang nyanyiin pakai gitar"
"Wo nan guo." Intan mulai membaca judulnya. Serasa ia pernah mendengar dari siapa.
"Aku sedih. Kamu tau drama Taiwan judulnya MVP LOVER. Ada salah satu karakternya, bernama prince yang sangat menjadi Xiao Shi. Tapi Xiao Shi mencintai Chen Fang"
"Aku gak tau soal drama Taiwan. Itu kapan ya, tayangnya?"
"Udah lama. Mungkin 19 tahun yang lalu"
"Hooh, lama juga. Tapi aransemen lagunya bagus ya, seperti pengen dengar lagi. Ini band rock?"
"Boyband"
'"Nuansanya kaya lagu ke kinian banget. Jujur sih, aku gak terlalu suka sama lagu mandarin. Tapi emosi lagu ini ke bawa gitu. Thanks ya, udah merekomendasikan lagu ini"
"Sama-sama"
Suasana hati Aul sebenarnya sama sedihnya dengan isi lagu itu. Akan tetapi situasinya berbeda. Kondisi abangnya tidak jelas, semenjak ia menghilang di culik oleh sebangsa jin, yang katanya itu adalah palasik. Makhluk itu katanya menikahi abangnya secara paksa.
"Kemarin palasik banyak banget? Kok bisa ya? Sampai ribuan lagi"
"Saya rasa, mereka sedang mencari abang saya Intan"
"Abang kamu?"
"Abang saya diculik sama mereka Intan."
Intan mendengar itu serasa tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Abang kamu? Lah, bukannya palasik itu doyan dengan ari-ari bayi yang udah dikuburin? Aneh banget deh, kalau dia demen sama manusia betulan. Laki-laki lagi"
"Yah, abang saya menghilang saya dia pergi mendaki bersama saya. Saya tidak tau saat ini abang saya di mana? Saya merasa kesepian Intan. Saya tidak punya siapa-siapa kecuali abang"
"Tenang Aul, kamu gak sendirian kok. Kan ada orangtua aku yang bakal menemani kamu juga. Walau aku gak menjamin. Tapi, mama dan papa aku bilang temanin kamu kalau kamu kenapa-napa. Aku juga lagian sahabat kamu kok"
"Terimakasih ya intan"
"Itulah gunanya teman Aul, selalu ada dikala senang dan susah"
Beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah sampai di pintu utama gerbang kampus UNAND. Yang benar saja, kampus ini sepi karena terpaksa diliburkan. Tapi sekali diliburkan, sepinya bukan seperti kampus lainnya, lantaran rata-rata di kelilingi pepohonan, dan juga banyaknya padang rumput dan fakultas satu dengan yang lain, jaraknya juga tidak terlalu dekat.
Bahkan ada yang harus menggunakan angkutan umum, untuk bisa menuju pintu luar. Harapannya, dengan adanya kejadian ini, Aul bisa menemukan petunjuk baru dalam menyelamatkan abang kandungnya itu.
___________________________________________________________________________________
Setelah tempat itu selesai di bersihkan, Sambadewa dan Magek menuju pintu luar. Magek memasang wajah yang amat serius. Sorot matanya begitu tajam, dan dia benar-benar harus berfikir setelah insiden ini. Permasalahan ini bukanlah perkara yang main-main. Ini adalah sebenarnya langkah awal menuju puncak masalah. Dia ingin mengatakannya kepada Sambadewa, lantaran hanya dia partner yang bisa dipercaya untuk saat ini. Tapi dia belum bisa mengatakan rencana apa yang akan dia lakukan setelah ini.
Biasanya, ketika kawannya memasang wajah seperti ini ada sesuatu hal yang telah membuat hatinya gundah gulana. Sambadewa paham dengan inyiak, yang bila dia gelisah pasti dia akan memasang wajah yang benar-benar serius.
Sambadewa juga mulai berfikir mencoba mencari topik agar ia bisa tau apa yang dipikirkan oleh Magek. Dia sebenarnya tidak suka kalau mereka sedang jalan bersama, diam-diam seperti boneka hidup. Bergerak tapi tak bergeming.
"Puti sudah melancarkan aksi awalnya, untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Tapi rencananya tak sesuai dengan skema yang dia lancarkan. Saya awalnya bersimpati dengan Puti. Tapi, kalau caranya seperti ini, ini dapat membunuh orang lain.Berapa banyak bayi yang terbunuh, berapa banyak juga orang yang terpaksa musnah gara-gara harus menjadi palasik. Hah, kenapa kita ini seperti pemeran utama dalam anime? "
"Bukan anime, Kita seperti pemeran utama dalam drama Korea bergenre fantasi"
"Inyiak, ada beberapa makhluk jahat yang terkenal di ranah Minang. Mereka palingan menyesatkan manusia yang kurang ajar, supaya mereka tidak pulang-pulang. Akan tetapi, orang yang tidak salah menjadi taruhannya. Bayi lagi"
"Itulah mengapa saya di takdirkan untuk membasmi sesuatu yang jahat. Terutama untuk makhluk seperti Puti. Sebenarnya, saya sangat risau apa yang akan Puti lakukan setelah ini. Terlebih lagi obsesinya itu, yang membuat dia seenaknya saja membabat satu persatu-persatu orang tidak berdosa. Pertama bayi. Kalau dia sekedar memakan ari-ari, mungkin masih bisa di ampuni, tapi ini sampai raganya hanya untuk seseorang yang bernama Zainal"
Sambadewa diam sejenak. Memang, dulu saat ia begitu dekat dengan Puti, wanita itu pernah mengatakan sesuatu hal yang amat menggembirakan untuknya. Dia begitu tergila-gila dengan memandangi sebuah gambar, sesosok pria tampan yang memiliki kulit yang cerah. Rupanya yang membuat Puti seperti ini, adalah sesosok manusia yang rupanya sangat tampan. Itu adalah cinta pada pandangan pertama, tapi itu bukan hal yang wajar. Ia ingat, apa yang dikatakan oleh Puti bahwa jika ia tidak direstui oleh keluar dari kalangan manusia yang di incarnya, dia akan membunuh semua anggota keluarga sang pria agar bisa di miliki untuk selamanya tanpa ada yang mengganggu gugat. Di situlah Sambadewa memilih untuk jadi pengkhianat dengan bersekutu kepada Inyiak penjaga hutan ranah Minang. Ia tahu, bahwa itu bukanlah cinta. Mana ada cinta yang diselingi dengan keganasan seperti itu?
"Apakah Zainal punya keluarga? Saya takut kalau ia masih punya keluarga yang tersisa"
Pertanyaan itu terdengar jelas di telinga Magek. Mungkin inilah saatnya dia menyampaikan sesuatu hal yang penting. Ia menatap wajah Sambadewa yang begitu cantiknya, dimana diam-diam sejak awal kedatangannya telah mencuri perhatiannya. Saat wanita ini memutuskan untuk berpihak kepadanya, ia sangat senang. Lantaran dia menantikan hal yang seperti ini dalam hidupnya.
Dimatanya, Sambadewa adalah wanita yang amat cantik dan juga murni. Bahkan ia tidak berani mengatakannya. Wanita itu heran, mengapa ia ditatap lama-lama seperti itu?
"Inyiak?"
"Maafm saya melamun. Ia dia punya saudara perempuan"
Mendengar itu, Sambadewa merasa sangat sedih. Ia membayangkan, pasti saudara perempuannya merasa sedih.
"Siapa namanya?"
"Namanya Aul. Tapi saya tidak menemukan siapa seseorang yang bernama Aul itu"
"Saya akan berusaha mencari nama lengkapnya, Inyiak. Semua datanya, akan saya berikan untuk inyiak."
"Sukunya Chaniago. Aulia Dihelga Chaniago"
"Aulia ..., Dihelga..., Chaniago?" Sambadewa mendengar nama itu serasa tidak asing baginya.
"Kenapa emang?"
"Itu seperti nama seorang wartawan koran deh"
"Wartawan Koran?"
"Io ..., awak pernah baco tentang inyo. Inyo pernah wakatu tu, mangiriman carito tentang pengalamannyo waktu inyo mandaki gunuang di Solok ( Ia, saya pernah baca tentang dia, bahwa dia waktu itu mengirimkan cerita pengalaman dia waktu mendaki gunung di Solok)"
"Solok?"
"Io, wakatu tu awak baco edisi 43 tahun kini. Di situ na'a, di tulih nyo, kalau wakatu tu abang nyo ilang wakatu ka sore lai. Abang nyo tu padahal di ruang tamu se nyo. Ah, tu tibo-tibo je ilang lanyok mode tu ee nyo( Ia waktu itu saya baca di edisi 43 tahun sekarang. Di situkan di tulisnya, kalau abangnya itu hilang waktu sore. Abangnya padahal di ruang tamu saja. Tiba-tiba hilang tanpa jejak begitu saja)"
Mendengar itu Magek mendapat petunjuk baru, mengenai adiknya Zainal.
"Ba'a bantuak urang ee ( Bagaimana bentuk orang ya?)"
"Fotonya gak saya bawa. Tapi sempat saya gunting dan saya simpan dirumah"
"Ah .., nanti habis ini, saya akan datang ke rumah kamu"
"Ke rumah saya?"
"Ia ke rumah kamu. Saya mau lihat foto cewek itu. Emang di hp kamu gak ada?"
"Gak ada"
"Harusnya di scan saja"
"Apanya yang di scan? Orang aja gambarnya udah lecek gitu"
"Hah, nanti kita lacak akun sosial medianya. Semuanya, untuk mendapatkan informasi tentang dia OK"
"Oke"
Melihat Magek yang jalan beriringan bersamanya, membuat Sambadewa heran, mengapa hal sepenting ini baru dikatakan sekarang.
"Kenapa inyiak membicarakan tentang ini sekarang?"
"Saya harus menunggu waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini. Sebenarnya, saya sedang berusaha menyusun rencana apa supaya saya bisa membuat Puti bisa berhenti. Inyo mada( Dia mada). "
Hal seperti ini membuat dia sedikit teringat ketika ia menjalin pertemanan dengan Puti saat masih memiliki hubungan yang sangat baik.
Flashback:
Saat itu, Puti senyum-senyum sendiri dengan menggenggam secarik kertas yang ia buka lebar-lebar dengan ke dua tangannya. Dari sudut pandang yang jauh, Sambadewa yang saat itu memasakan ketan durian untuk Puti karena sebuah janji, menghampiri wanita itu yang pada saat itu sedang memasang raut wajah merah merona.
"Ngapain kamu senyum sendiri-sendiri?"
"Uhm, ini"
Puti menunjukan sesuatu kepada Sambadewa. Foto seorang pria tampan yang entah darimana dia dapat, dengan semangat dia tunjukan kepada Sambadewa. Sambadewa memandanginya. Pria ini memang indah, namun baginya jauh lebih indah inyiak ketika ia menjadi manusia.
"Ganteng ya?"
"Gantengkan? Aku nemu cowok ini saat dia sedang mendaki gunung Singgalang.Dia ganteng banget, dan wajahnya itu bersinar loh"
Wajah bersinar?
"Memang dia siapa?"
"Kamu mau tau? Dia itu dari kalangan manusia"
Mendengar bahwasannya Puti terpesona pada manusia biasa, raut wajah Sambadewa seketika berubah. Seakan ada sebuah ketakutan yang melandanya.
"Kamu kenapa? Kok wajahnya berubah gitu?"
"Kamu jatuh cinta sama manusia?" Tanya Sambadewa.
"Memangnya kenapa? Kan gak ada yang salah" Ujar Puti. Ia melanjutkan menatap sebuah foto yang ia dapatkan entah darimana. Pandangan Puti tak bisa lepas dari foto itu. Bahkan, ia melihat bahwa kawannya itu berusaha menciumnya berkali-kali. Kelakuan hal semacam ini, mengingatkan dia tindak tanduk manusia yang sedang jatuh cinta. Memang, tidak salah kalau seandainya dari kalangan mereka merasakan hal yang sama. Toh, mereka juga diberkahi oleh nafsu juga, dan mereka juga di ciptakan juga sama dengan manusia, yaitu beribadah kepada sang Pencipta. Beramal mencapai martabat tertinggi dengan mengharapkan nikmatnya keindahan nirwana.
Ia melihat tindak tanduk Puti yang memeluk foto itu seakan memeluk pria. Rasanya, ia ingin merampas foto itu segera, namun ia harus mengambil cara yang paling halus agar kawannya ini tidak murka.
"Puti, kamu boleh menganggumi siapa saja. Tapi sekedarnya saja, jangan berlebihan" Ucap Sambadewa memberi peringatan secara halus, bahwa sebenarnya wanita itu tidak boleh mencintai manusia karena mereka beda jenis.
"Aku tidak mencintainya terlalu berlebihan kok"
"Nggak Puti, maksud aku ..., kamu gak boleh mencintai manusia sepenuhnya"Ujar Sambadewa memberikan peringatan. Mendengar itu mood Puti seketika turun, dan mendadak sedikit naik spanning, karena seakan Sambadewa melarangnya.
"Sambadewa? Bukankah cinta itu adalah sebuah keindahan yang boleh dirasakan oleh semua makhluk hidup?"
"Ia"
"Lalu kenapa seolah-olah kamu melarang saya? Saya berhak mencintai siapapun"
"Ia berhak, kalau sekedar mengaggumi tidak apa-apa. Tapi kalau berangan-angan untuk memiliki dan menikah, jangan harap itu terjadi"
"Kamu kenapa sih? Aneh banget"
"Aku takut, perasaan kamu melebihi kapasitas dari rasa menganggumi. Kamu boleh menatap orang ini sebagai sekedar rasa suka semata. Tapi tidak dengan mencintai terlalu dalam. Paham sampai sini?"
Mendengar itu Puti agak sedikit geram dengan apa yang dikatakan oleh Sambadewa. Dia menatap kawannya, seakan-akan ia sedang menghadapi lawan.
"Eh, kamu ini terlalu kaku sekali. Hidup itu jangan terlalu mengikuti aturan Sambadewa. Sekali-kali dilarang juga tidak apa-apa"
"Bakirok den dari siko. Payah bana kau di kecek-an nampak den( Pergilah aku dari sini. Susah sekali kau dibilangin kau nampaknya)"
Sambadewa pergi meninggalkan kawannya itu dengan perasaan yang sedikit marah. Ia takut, kawannya itu akan mengalami suatu kejadian yang fatal, di mana karena perasaannya itu, malah membawa petaka bagi Puti itu sendiri.
Sementara kawannya, dibelakang menggerutu karena ia tidak suka di nasehati akan perasaan yang dirasakan.
"Awak yang punyo raso, inyo pulo yang ma-atur-ma atur. Aneh !( Aku yang punya rasa, dia yang ngatur? Aneh)"
Sambadewa sebenarnya memperingatkan hal semacam itu, lantaran ia pernah melihat abangnya yang nekat menikahi manusia. Itu dia lihat, ketika ia di lantik menjadi sebagai ratu pemberi nikmat masakan, pada saat era Adityawarman masih ada. Ia melihat, dia melarikan seorang perempuan yang cantik jelita di mana perempuan tersebut adalah bangsawan dari klan Chaniago datang sekitar 649 tahun yang lalu.
"Iko sia da? ( Ini siapa bang?)"
"Oh iko bini abang. Ndak tau adiak do? Inyo dari kalangan manusia mah diak(Oh, ini istri abang. Adek gak tau ya? Dia dari kalangan manusia)"
Mendengar itu Sambadewa merasa tidak senang, lantaran ini sudah melanggar batasan yang telah di buat oleh sang pencipta.
"Uda, jan nikah jo inyo. Capek bacarai. Beko uda nan cilako beko( Abang, jangan nikah dengan dia. Cepat cerai. Nanti abang yang celaka nanti)"
Mendengar itu abangnya naik pitam, seakan tidak terima dengan perkataan adiknya.
"Antoklah kau!!! Mentang-mentang akaulah jadi panjago makanan lamak, tu kalamak dikau se mangecek. Ingek kato nan ampek tau kau!!( Diamlah kau!! Mentang-mentang kau jadi penjaga makanan enak, seenaknya saja kau berbicara. Ingat kata yang empat)"
Abangnya itu bernama Rajo Kirai, yang nekat menikahi manusia, sampai akhirnya tindakannya itu diketahui oleh roh penjaga gunung yang disegani oleh orang Minang. Waktu itu, Sambadewa sedang di utus oleh Magek mengadakan pesta untuk pertunjukan tari dalam rangka penyambutan pergantian pemimpin. Saat itu, Wardiman sedang bercumbu mesra di sebuah hutan yang sangat tersembunyi bersama kekasih manusianya. Tindakan itu di perhatikan oleh salah satu pemimpin penjaga gunung Kerinci Jambi, yang merupakan adik kandung Inyiak Magek Jobang. Saat itu Dama di suruh kakaknya dalam mengawasi bahaya apa yang terjadi nantinya, Takutnya ada serangan yang bisa mengganggu mereka.
Dama yang waktu itu sedang mengelilingi hutan, mendengar sesuatu yang tidak beres di dalam sebuah pendopo yang merupakan tempat yang keramat bagi abangnya. Di mana itu adalah tempat pertemuan bagi para makhluk halus lainnya. Dama menelusuri setiap sudut ruangan. Ia mendengar ada perempuan dan laki-laki yang saling membalas desahan yang terasa nikmat.
Ia memeriksa setiap bilik yang ada dari atas sampai bawah, tak ada satupun ia temukan. Ia naik lagi ke lantai 3. Alangkah terkejutnya ia, rupanya mereka sedang memadu kasih ditempat yang tidak seharusnya di bawah sinar bulan purnama. Dama terdiam tidak bisa berkata apa-apa. Saat Kirai bersama istrinya hendak melakukan perbuatan itu, ia melihat wajah Dama dengan tatapan yang begitu lama.
"Kirai? Apo yang wa'ang karajoan kini ko? ( Kirai? Apa yang kau kerjakan ini?)"
"Dama???"
Dama mendekati perempuan yang hendak dipergauli oleh Rajo Kirai. Ia memeriksa pada pergelangan tangan dari perempuan itu. Ada sesuatu yang berdetak. Ia periksa pula denyut nadi yang ada di leher wanita itu. Dama tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Ini siapa??" Tanya Dama pada Kirai. Kirai bingung menjelaskannya, karena kalau ia beberkan siapa jati diri perempuan ini, maka ia akan habis di tangan Magek Jobang.
"Jawab Kirai!!!!"
"Ini istri saya."
"Apakah Istri kamu dari kalangan manusia?" Tanya Dama dengan tatapan yang tidak mengenakan.
"Dama, saya bisa jelaskan"
"Rajo Kirai, alah tau kan pasalnyo iko ndak buliah haH? Apo karajoang kini ko?( Udah tahukan hal seperti ini tidak boleh?)" Ujar Dama dengan nada yang amat tinggi.
"Terus, apakah kamu bakal melarang saya dan menceraikan istri saya?"
"Istri?""
Dama tambah terkejut lagi dengan apa yang dia dengar. Seperti bak di sambar petir yang menggelegar, dengan wajah yang amat berang, Dama tak bisa berkata apa-apa. Sekujur aliran darahnya terasa mendidih dan ada sesuatu yang panas dalam dirinya. Tangannya mengepal dengan sendirinya, seolah-olah ia hendak meninjunya. Ia benar-benar geram dengan apa yang di lakukan oleh Rajo Kirai. Pria itu adalah sosok yang berasal dari kalangan bangsa Bunian. Dama menatapnya dengan tatapan yang serius dan menantang.
"Kenapa? Kamu marah? Baiklah, karena kamu ingin mengajak saya berduel pada malam ini, saya layani"
Rajo Kirai mulai memasang kuda-kudanya dengan posisi hendak melakukan pergerakan silat. Dama akhirnya menerima tantangan tersebut. Mulailah mereka saling serang antara satu dengan lainnya di tempat yang amat di sucikan oleh abangnya itu.
Kirai tidak takut dengan adiknya Dama, meskipun dia adalah cindaku atau inyiak. Di tempat itu mereka bacakak ampuah, atau istilah lainnya yaitu baku hantam satu dengan lainnya dengan serangan yang amat membabi buta satu dengan yang lainnya. Tubuh mereka saling terlempar satu sama lain, hingga menyebabkan ada barang-barang yang sebagian rusak bahkan hancur, jika ada yang terbuat dari kayu. Perkelahian itu membuat ribuan burung yang berkicau terbang berhamburan ke langit dan hampir menutupi terangnya sinar bulan purnama.
Saat itu mereka sedang malamang dimalama hari, bersama dengan penduduk lainnya. Tak hanya burung-burung saja yang menyelimuti angkasa, tapi juga beberapa kalelawar juga ikut berhamburan. Kalau seperti ini berarti ada sesuatu yang tidak beres. Magek yang saat itu sedang ada di sana, terpaksa meninggalkan tempat itu untuk sementara. Ia pergi dikawal oleh beberapa pengawal setianya. Ketika Magek pergi, diam-diam Sambadewa membuntutinya. Sebab firasatnya tidak enak.
"Sambadewa??! Anda mau kemana?"
"Tunggu di sini, saya pasti akan kembali"
Sementara itu, Dama dan Rajo Kirai terus berkelahi. Mereka saling menghajar, menendang dan memukul satu dengan yang lainnya. Wajah mereka sudah mulai babak belur, dan Kirai terus ingin memusnahkan Dama bahkan ingin melempar orang ini kebawah. Namun, yang namanya makhluk penjaga gunung, apalagi dia amat kuat itu rasanya mustahil baginya. Begitu juga dengan Kirai. Tapi setidaknya, ia tau titik lemahnya Kirai. Perkelahian tidak berhenti-henti, hingga Dama terhambung dari balkon lantai 3. Ia melayang di udara yang di dingin dimana diterangi indahnya bulan purnama yang bertaburan bintang-bintang pada malam ini dan itu di saksikan oleh Magek Jobang, kala ia melihat adiknya terlempar dari sana.
"DAMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
Malam ini, adalah gerhana purnama biru. Disaat itu ia berubah menjadi sosok harimau seutuhnya. Ketika ia akan jatuh, Magek dan para pengawal lainnya segera menangkap tubuh adik kandungnya yang telah berubah menjadi harimau itu.
"Tangkap dia !!!!!!!!!!!!!" Teriak Magek. Mereka mengikuti perintah dari Magek pada saat itu. Rupanya, pada saat itu yang keluar dari Balkon adalah Rajo Kirai. Dia memasang wajah sumringah penuh dengan kebanggaan. Dalam hati apa yang sedang terjadi pada Dama? Ia keluar sambil memeluk seorang wanita.
"Siapa wanita itu?"
Rajo Kirai memeluk wanita itu dengan begitu mesra didepan semua orang. Dia menampakan wajah penuh dengan kemenangan. Senyumnya sumringah tapi ia merasakan, bukan sesuatu hal yang baik terpancar melainkan senyum jahat yang membuatnya bertanya-tanya.
"Bang, bawa perempuan itu kembali ke asalnya" Ucap Dama yang kondisinya sudah dalam keadaan tidak berdaya. Ketika Dama mengatakan, membawa wanita itu ke tempat semestinya ia langsung mengerti. Tanpa berfikir panjang Magek langsung naik ke atas tempat bangunan sakral yang ia dirikan. Perlahan-lahan ia menuju ke arah lantai tiga.
Ketika Magek, akan naik menuju ke sana Raja Kirai merasa dia akan mengalahkan Magek Jobang. Baginya, siluman harimau itu ibaratkan sepotong kue yang bisa di usir layaknya seekor kucing. Pria itu dengan santai menampakan aura kesombongannya. Dia begitu percaya diri bahwa dia bisa membuat Magek Jobang bagaikan kerupuk, yang di remas seenaknya.
Setelah beberapa saat, ia sampai di lantai tiga Raja Kirai mengambil posisi kuda-kuda dengan tampang yang amat optimis.
Sementara itu adiknya, Sambadewa sudah berada di lokasi kejadian. Ia melihat Dama sudah berada dalam kondisi penuh dengan luka-luka. Ia segera lari mendekati Dama yang merasakan sesak, saat ia sedang bereformasi menjadi harimau seutuhnya.
"Apa yang terjadi Dama?"
"Abang kamu menikah dengan manusia" Ujar Dama sambil batuk-batuk memuntahkan darah. Siluman itu merasakan sakit di punggungnya, jadi dia harus di rawat.
"Ratu saya akan panggilkan tabib"
"Tidak usah biar saya saja, kalian jaga Dama di sini, oke"
"Baik"
Di atas, Magek berhadapan dengan Rajo Kirai yang sedang memeluk pasangannya yang merupakan dari bangsa manusia. Kenapa mereka berani melanggar apa yang telah dilarang oleh sang Pencipta? Dunia itu ada batasan yang tak boleh diganggu gugat. Wajahnya seakan ingin melayangkan kalimat protes buat Magek. Daripada ia protes, lebih baik langsung dihajar saja. Mereka berlari kemudian Magek, mengeluarkan senjata kerambit dari telapak tangannya, lalu kemudian ia penggal kepala Rajo Kirai pada saat itu juga, sehingga menyebabkan badannya terpisah dan mengeluarkan percikan darah yang menampakan urat-urat. Makhluk seperti mereka, biasanya cepat beregenerasi ketika musuh menebas salah satu anggota tubuh mereka. Kecuali kepala yang menjadi pantangan mereka. Inilah yang membuat raja Kirai mati ditempat. Tubuhnya seketika hancur bagaikan reruntuhan bangunan yang pondasinya sudah rubuh.
Samba hendak kembali menuju tempat acara diadakan. Namun sesuatu hal mengejutkannya secara tiba-tiba. Ia mendengar seperti ada sesuatu hal yang jatuh dari balkon lantai 3 tempat perkumpulan inyiak dan makhluk lainnya. Ada potongan kepala yang terlempar dari sana. Seketika, ratu Sambadewa mengigil ketakutan. Ia melihat siapa sosok yang terpenggal itu. Ia menangis sejadi-jadinya. Rupanya itu adalah abangnya Kirai, yang mati terpenggal di tangan Magek Jobang.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa" Sambadewa menangis sejadi-jadinya akan semua ini. Ia tak percaya, ditengah hutan yang lumayan cukup gelap hanya diterangi oleh sinar rembulan, ia melihat kakak kandungnya tewas seketika. Sambadewa hanya bisa diam dan tidak bergeming. Ini adalah resiko yang harus diterima oleh saudara kandungnya.
RED BACK:
Inilah membuat Sambadewa berusaha mencegah Puti, untuk tidak menjalin cinta dengan manusia. Selain berbahaya bagi mereka, juga ini dapat merugikan manusia pula. Contohnya Puti, yang tega memisahkan Zainal dengan keluarganya yang masih tersisa.
"Apa yang kamu pikirkan Samba?"
"Saya mengerti, mengapa makhluk halus tidak boleh bersatu dengan manusia. Sebab itu dapat merugikan masing-masing."
"Jangan jadi makhluk jahat. Mereka juga ada yang baik, kecuali mereka berlaku tidak sopan"
"Ia Inyiak"
"Mulai nanti malam, kita akan menyelidiki tentang Aulia Dihelga Chaniago"
"Ia inyiak"
Komentar
Posting Komentar