Seorang pria tampan berusaha melarikan diri dari hutan belantara. Ia tidak tahu saat ini posisi dia sedang di mana. Ia mengira bahwa saat ini, dia berada di Tanjung Medan. Namun, hutannya tidak seperti ini. Dikatakan dia berada dalam hutan bukit barisan, itu mungkin. Tapi, jika memang ia berada di sana, seharusnya dia dapat melihat bangunan yang di desain secara modern, seperti bangunan yang di desain secara minimalis. Namun yang ia lihat, ia seperti terjebak pada peredaran waktu lampau, tapi hawanya berada di masa sekarang.
Pria itu tampak cemas dan mencoba melarikan diri sejauh mungkin. Airmatanya mengalir dengan sendirinya. Di dalam hutan ia tampak frustasi dan ia merasa sudah seperti orang gila, yang di jebak pada sebuah wilayah yang tidak pernah ia sentuh sama sekali.
Hal ini diam-diam diperhatikan oleh seorang pria yang memiliki rambut tiga warna. Pria itu memang hobi memakan buah durian, diatas pohonnya yang amat tinggi. Di memakannya, sambil melihat pria lain namun sepertinya bukan berasal dari bangsanya itu. Pria yang memakai stelan rapi, dengan harga harga 1.1 M turun mendekati pria itu. Ia sepertinya harus ditolong.
Pria satunya tampak linglung.
"Tolong saya, Tolong saya, saya mau keluar. Ini bukan wilayah saya" Pria itu tampak meracau sendiri. Kejadian itu dilihat oleh penjaga hutan yang amat terkenal di kalangan masyarakat Minang.
"Kamu tampaknya tersesat" Tanya pria itu menyapa pria lainnya. Orang itu terkejut, ternyata ada juga manusia yang berada pada titik yang sama.
"Siapa kamu??"
"Saya??? Kamu mungkin tidak akan percaya dengan saya. Saya inyiak, Manusia setengah harimau" Orang itu tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Inyiak??"
"Yah, saya Inyiak, Nama saya Rian Magek Jobang. Saya akan menuntun kamu pulang ke tempat kamu berasal. Kamu tidak boleh berada disini"
Pria itu tampak seperti ada harapan. Dia memenggenggam kedua tangan Magek dengan wajah seperti meminta pertolongan.
"Nama Zainal. Saya dipaksa menikah dengan perempuan palasik. Dia begitu amat menyukai saya. Saya tidak mau berpasangan dengan makhluk halus. Nanti kesannya saya seperti seorang pengkhianat. Tolonglah Inyiak"
Mendengar ucapan orang itu ia kaget, jadi inilah sosok manusia yang sangat disukai oleh Puti Salati. Kondisinya tampak memprihatikan.
"Tolong saya? Saya tidak mau tinggal di sini Inyiak. Apolah kecek urang tuo ambo beko nyiak (Apalah kata orang tua saya Inyiak?)" Ujar Zainal dengan linangan airmata. Zainal memang tidak bisa dinikahkan dengan bangsa mereka. Bukan hanya sekedar dapat melanggar batas saja, melainkan Zainal adalah seorang hamba yang dekat sang Pencipta. Sebagai makhluk yang memang mendapatkan amanat, berupa menjaga keseimbangan alam semesta, ia harus mengikuti aturan itu agar ia tidak mendapatkan balasan yang setimpal nantinya.
"Anda mau ikut sama saya?"
Zainal kemudian mendengar pertanyaan dari Inyiak. Karena dia begitu panik seperti orang yang hilang akal, jadi ia seperti orang tidak menyimak.
"Apa?"
"Anda mau ikut sama saya? Saya janji akan mengantarkan anda pulang dengan selamat. Orangtua anda pasti cemas ini"
"Mau inyiak"
Magek waktu mengajak Zainal secara diam-diam tanpa sepengetahuan dari Puti Salati. Jika mereka sampai ketahuan, maka yang terjadi adalah dia bakal me-nga-muk dengan menyebarkan virus di mana semua bayi akan menjadi kor-ban-nya.
"Sepatutnya kamu memanggil saya buat mencegah perbuatan Puti Salati"
"Tapi saya tidak bisa memanggil makhluk seperti anda. Saya takut kesannya malah seperti bersekutu dengan ib-lis, jadi saya tidak ingin dan mencoba mencari jalan keluar"
"Saya bukan ib-lis. Tidak semua ib-lis itu jahat. Ada juga yang bertobat diantara mereka. Ayo, saya antar kamu pulang"
Magek menuntun Zainal dengan langkah hati-hati melewati hutan belantara. Sementara orang itu melihat sekelilingnya.
"Bagaimana bisa kamu menikah dengan Puti Salati? Dan kenapa kamu mau?"
"Saya di culik tengah malam, ketika saya bangun saya sudah berada ditempat lain. Wanita itu memaksa saya menikah dengan dia. Jika saya tidak menikah dengan dia, maka keluarga saya menjadi taruhannya"
"Kenapa kamu tidak bercerai saja di waktu itu?"
"Bagaimana saya harus bercerai dengan Puti Salati? Dia mengancam saya. Saya tidak mau menikah dengan makhluk halus. Saya tidak mau menjadi suami dari dia. Karena itu sudah menentang hukum alam. Adik-adik saya nanti akan cemas dengan saya"
Magek memperhatikan aura terpancar dalam pria ini. Kalau dilihat-lihat, Zainal adalah orang yang taat agama. Memang tidak seharusnya dia harus bersanding dengan bangsa mereka. Dari situlah Magek mengantarkannya balik ketempat asalnya. Tempatnya bukan di sini.
"Zainal, saya punya usul jika kamu mau supaya kamu tidak di sentuh oleh Puti Salati"
"Apa itu inyiak?"
"Bagaimana saya harus menyembunyikan kamu dari wanita itu?"
"Maksud Inyiak?"
"Maksud saya, kamu saya tempat ditempat asal kamu. Namun kamu merantau ke sebuah tempat yang tidak di ketahui oleh Puti Salati"
"Tempat? Tempat seperti apa?"
"Tempat tinggal barulah. Saya punya teman dekat yang bisa membuat kamu merasa aman. Saya telah menjamin keamanan kamu 100 persen dengan orang itu. Sebuah kampung yangmemang dihuni oleh manusia betulan. Kamu akan saya tuntun lewat sebuah gerbang. Nanti ketika saya buka gerbang itu, kamu harus masuk. Ini adalah jalan pintas menuju ke sana"
Magek kemudian mengeluarkan sen-ja-ta andalannya, berupa sebuah pi-sau yang di ukir khusus dimana bentuknya seperti cengkaraman kuku harimau. Ia mengayunkan dengan lurus dalam bentuk vertikal, sehingga terlihat sebuah pintu berukiran batuk tanah liek, yang tingginya kisaran mencapai 12 meter. Untuk pertama kalinya, Zainal melihat hal semacam ini dalam kehidupannya.
"Nanti setelah saya masuk ke sini, saya bakal di opor kemana?"
"Kamu bakal baca sendiri. Tapi untuk saat ini, jangan pernah kabari keluarga kamu dulu"
"Kalau saya tidak mengabari mereka, yang ada mereka cemas"
Magek kemudian terdiam. Dia memikirkan cara lain. Saat ia sedang berfikir, Zainal menyerahkan sebuah amplop.
"Apa ini? Uang?"
"Bukan. Jika anda bertemu dengan adik saya, namanya Aul. Berikan surat ini dengan dia. Saya akan pindah dari tempat tinggal saya untuk sementara waktu"
"Baiklah. Saya akan pegang ini. Tapi apa yang harus saya lakukan, ketika saya bertemu dengan adik kamu"
"Katakan saya baik-baik saja"
Kemudian Zainal pergi.
____________________________________________________________________________________
Kejadian itu, membuat ia memegang amanah itu sampai saat ini. Bahkan ketika Puti Salati mengemis meminta petunjuk seseorang yang selalu ia sebut suami itu berada, Padahal cintanya ditolak sampai kabur begitu. Apakah ia mengerti konsep, bahwa cinta tidak harus memiliki? Bahkan ia ingat sehabis kejadian itu, Puti mencoba mengabdikan diri untuk menjadi anak buahnya.
Flashback.
"Saya janji akan menjadi pengikut yang setia." Ujar Puti dengan wajah memelas. Ia tahu, kalau sempat ia menyetujuinya maka ia telah berkhianat pada Zainal. Ia mendengar semua permohonan dari wanita itu, tapi ia tetap tidak akan menerima tawaran itu.
"Saya tidak akan menerima kamu. Saya bisa bekerja sendiri. Kamu tahukan? Saya itu lebih kuat daripada kamu? Ngapain saya butuh kamu, Hah?" Ujar Magek dengan begitu arogan. Sebenarnya, ia tidak mau. Akan tetapi, demi menjaga amanat dari sang Pencipta dia harus melakukannya. Karena ia tahu taktik licik dari wanita palasik satu ini
Ternyata makhluk ini tidak bisa di rayu. Apalagi, yang membuat dia jijik adalah dia menyombongkan diri bahwa dia tidak butuh siapapun.
Di sini wanita cantik itu mulai mengeram. Ia seperti di rendahkan oleh penjaga gunung yang sangat di segani oleh masyarakat Minangkabau. Bahkan ia berbicara dengan santainya sambil memakan durian.
"Apa lihat-lihat? Hmm?"
"Caliek lah ang, aden beko marabuik sadonyo yang ang punyo. Jaleh aden ko yo subana nio mangabdi ( Lihat lah kau, aku akan merebut semua yang kau punya. Jelas aku benar-benar mengabdi)" Mendengar itu Magek saat itu marah. Dia ba wa'ang dengan dirinya yang jelas itu kata-kata yang tidak sopan.
"Apo kecek kau? Ba wa'ang kau ka den? Bagak kau yeah ( Apa katamu? ba wa'ang kau ke saya? Berani kau ya?)"
Magek benar-benar menampakkan wajah kesalnya di depan Puti Salati. Ia tidak takut dan ia merasa tidak terintimidasi akan hal ini. Ia berdiri dan menatap serius. Ia menghela nafasnya dan menunggu kalimat apa yang akan di lontarkan selanjutnya oleh Puti Salati.
"Kecek -ang, aden takuik jo ang ha? Haimau mode ang ko. ( Kata kau aku takut dengan kau? Harimau macam kau)?"
" Tu, kalau den Haimau ba'a? Bingik kau ka den? Aden tau, ba'a kau nio jadi anak buah den. Kau panggalia. Aden tau tujuan kau. Sampai kapanpun den ndak manarimo kau do. Kau panjilek, ado je kandak beko( Memangnya, kenapa kalau aku harimau? Iri kau dengan ku? Aku tau, kenapa kau mau jadi anak buah ku. Kau itu penipu. Aku tau tujuanmu. Sampai kapanpun, aku tidak akan mau menerima kamu. Kau penjilat, ada saja nanti yang kau minta"
Selain Zainal kabur karena alasan Puti ini penipu, dia ini li-cik. Puti kemudian mengikuti kelakuan Magek Jobang.
"Aden tau kandak kau. Si Zainal kan? carilah sampai dapek, sampai kau latiah ( Aku tau apa mau mu. Si Zainal bukan? Carilah sampai dapat, sampai kau tak berdaya"
Puti menangis seketika saat Magek mengatakan hal seperti itu. Ia ingat kejadian itu saat Puti mencoba merayunya demi pujaan hatinya itu. Sampai akhirnya, ia sampai di wilayah air tawar. Kondisinya benar-benar bukan seperti beberapa jalan yang baru saja ia temukan. Tapi terlihat seperti mobil terparkir secara acak.
Ia memarkirkan mobilnya di depan stasiun itu, dimana banyak kumpulan tukang ojek online sering berkumpul.
"Waduh!!! Benar-benar berantakan ya?" Ujar Sambadewa.
"Samba, ayo kita keluar."
"Oke."
"Kamu foto semuanya ya. Nanti saya simpan buat saya jadikan Jurnal"
"Oke"
Mereka berdua turun dari mobil. Terlihat, ada beberapa petugas lain yang sedang melacak, menyelidiki, bahkan memeriksa beberapa sampel darah yang ada.
" Oh ya Samba, nanti kita simpang labor ya?"
"Simpang Labor??"
"Saya dengar rumah warga banyak yang kena cipratan da-rah"
"Baik"
Sambadewa mengikuti arahan dari Magek Jobang. Dia mendokumentasi semuanya dengan ponsel miliknya.
Magek kemudian melihat-lihat apa yang terjadi disana. Ia melihat banyak kendaraan warga ditinggalkan secara cuma-cuma di sana. Bahkan di sana ia mencium bau tumpahan minyak bensin yang mungkin, baru saja di opor dari Pekanbaru melewati jalan lain.
Ia mencium cairan itu, ia membuat dadanya sesak. Ia tidak menyukai bau ini. Jika para petugas memeriksa di bagian arah Simpang Labor, maka ia mencoba menyebrang ke arah UNP. Ia masuk lewat pintu utama dimana kalau masuk akan terlihat masjid Al-Azhar dan gedung BAK baru, dimana urusan para mahasiswa yang berkuliah disana, baik masalah akademik maupun administrasi lainnya ada di gedung itu.
Pada saat ia masuk, tepatnya pada posko tempat satpam bekerja, di sini ia melihat banyaknya da-rah.
"Waduh baru masuk ke sini sudah banyak da-rah bercecer" Ujar Samba tak percaya.
"Sambadewa, kita telusuri semua gedung yang ada di sini, siapa tahu ada lebih aneh dari ini"
"Oke"
Ia telusuri masjid, kantor bank Nagari, lalu ia mencoba masuk ke gedung auditorium. Anehnya, gedung ini tidak ada penjagannya, malahan dibiarkan menganga begitu saja.
"Kenapa nih? Bukannya semua kampus libur?" Magek heran.
"Udah masuk aja dulu, siapa tahu kita menemukan petunjuk baru"
Cairan merah itu, tambah banyak lagi. Ia menyusuri podium melewati beberapa kursi. Di sinilah, para mahasiswa sering berkumpul kalau ada event penting. Tetap tidak ada apa-apa. Hanya beberapa cairan da-rah saja yang ada. Namun ketika Magek dan Sambadewa mencoba untuk keluar dari sana, ia melihat ada orang yang berdiri didepannya, dengan menunduk. Wanita itu menegakkan kepalanya. Wanita itu tampak terlihat pucat,namun urat-uratnya tampak terlihat sangat menonjol. Bola matanya berubah, dan kemudian perempuan itu tersenyum dengan wajah yang amat seram.
"Hmm??"
Mereka berdua kemudian menatap wanita itu dengan saksama, karena dia tampak mencurigakan. Ia memiringkan kepalanya sekitar hampir 90 drajat. Lalu, perlahan-lahan ia melihat bagian leher seperti membentuk sebuah garis, dan kemudian berpisah menampakan urat-urat lehernya. Pria setengah manusia itu mulai bersiap-siap mengambil posisi, begitu juga dengan Sambadewa. Malahan wanita itu mengambil posisi orang yang hendak melakukan gerakan silat.
Kepala wanita tersebut perlahan-lahan mendekati Magek. Lalu ia terbang dengan cepat, hingga tanpa sadar, tangannya mengeluarkan Kerambit dengan begitu gesit. Sehingga wanita itu musnah bersama dengan semua anggota badannya.
"Hah semuanya aman" Tapi anehnya ia mendengar sesuatu yang bergerak. Mereka mengeluarkan bau amis yang begitu menyengat.
"Firasat saya tidak enak ini"
Satu yang di bunuh, sudah ada beberapa orang yang bermunculan. Sambadewa bersiap-siap menghancurkan beberapa siung bawang putih yang kemudian ia kunyah mentah-mentah. Apa yang dia makan nantinya, keringatnya bakal mengeluarkan sebuah aroma. Namun dia harus mengeluarkannya banyak-banyak dengan mengeluarkan banyak gerakan.
Ditangan kanan Magek ada kerambit. Sementara ditangan kirinya ada sabit yang biasa digunakan untuk memotong pepohonan, seperti batang pisang atau pohon-pohon lainnya.
Ia langsung memberikan kepada Sambadewa.
"Satu, dua...., Tiga...,!"
Para perempuan yang di ubah menjadi palasik, mulai menyerang mereka dengan membabi buta. Seperti monster yang berusaha menerkam mangsa yang sudah mereka targetkan. Mereka menghajarnya dengan menggunakan silat Harimau.
Yang mereka serang sekitar 50 palasik, dimana mereka menyepaknya seperti menendang bola kaki.
"Rourrrrrggghhhtt"
"Inyiak , iko ko ndak iyo ko do nyiak. Banyak bana?( Ini gak baik ini. Banyak sekali)"
"Lakak je lah palo paja ko surang-surang. Kalau bisa lampang sakali ( Pukul saja kepalanya satu persatu. Kalau bisa tendang sekalian)"
"Ia inyiak"
Saat mereka sedang asyik bertarung, tiba-tiba gerombolan palasik itu mendadak kembali ke tubuh mereka masing-masing. Kejadian ini membuat pria setengah Harimau itu heran, dan anehnya lagi ia merasakan aroma bau bawang. Tapi bawang putih. Baunya sangat menyengat, hingga mempengaruhi saraf penciumannya.
"Hmmm???"
Ia melihat Sambadewa yang memancarkan aura yang aneh. Sekujur tubuhnya memancarkan cahaya warna kuning. Tapi di saat bersamaan, dia mengeluarkan aroma yang busuk.
"Benar-benar bau bawang"
Tapi aroma itu tidak membuat efek apapun buat Magek, melainkan makhluk-makhluk yang mulai berteriak histeris.
"Memang bau, tapi ini strategi perang yang bagus"
"AARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRKHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH"
Magek sebenarnya mau muntah, bahkan ia terpaksa kabur menjauh.
"Terkadang sesuatu yang berlebihan itu tidak baik"
Satu persatu palasik itu musnah, Magek yang rencananya hendak pergi, jadinya tidak jadi lantaran ia ingin menyaksikan semua ini. Dia ingin melihat bagaimana mereka menghilang ditempat yang terang seperti ini. Ia juga membayangkan, apakah Puti Salati bakal menghilang seperti ini nantinya.
Setelah semuanya pergi. Sambadewa pun menghilangkan bau itu dengan memakan sesuatu, yang keluar dari tangannya agar baunya normal kembali. Biasa ia menyantap kentang goreng. Ia menghabiskan semuanya, dengan begitu lahap, hingga aroma tubuhnya seperti selayaknya manusia pada umumnya.
Selesai bertarung, Magek kemudian menancapkan kerambitnya ke lantai yang ada di ruangan itu. Ia ingin membersihkan semua darah yang berceran yang ada di sana. Ia i menyerapknya lewat senjata andalannya itu. Saat proses itu sedang berlangsung, darah yang berceceran mengeluarkan semacam parasit.
Jika hantu di luar negeri seperti zombi bisa terkontaminasi, siapa sangka makhluk seperti mereka juga bisa merubah orang lain. Mereka berdua seperti terjebak dalam sebuah permainan game yang sangat di gemari oleh semua kaula, terutama para gamers, Resident evil.
" Oh jadi darah ini tidak boleh disentuh ya. Puti memang menanamkan inang untuk melancarkan aksinya, apalagi kalau menghancurkan kita berdua"
"Puti, memang begitu gigih ternyata mencari seseorang yang dia anggap suami"
"Maksudnya Zainal??"
"Ia."
"Setampan apa Zainal, sampai Puti begitu terobsesi dengan manusia? Padahal hubungan seperti itu dilarang"
"Dia tampan, dan memiliki wajah yang memikat. Itulah kenapa Puti berusaha mencari dia sampai dapat. Huh, saya tidak akan membiarkan Puti menyentuh Zainal lagi"
"Itu bukan Cinta Inyiak, tapi obsesi. Obsesi yang tidak boleh diteruskan oleh kita"
"Saya sudah bilang sama dia, itu bukan cinta. Ah, tapi paja tu pakak badak, ba'a lai (Tapi dia benar-benar tulis, bagaimana lagi)"
"Jadi, sebenarnya Inyiak menyembunyikan dia dimana?"
"Nanti saya akan bawa kamu ke sana. Kalau saya kasih tau pada saatnya tiba"
"Baiklah saya tunggu"
___________________________________________________________________________________
Puti Salati berada di kediamannya dengan wajah seperti biasa, tidak pernah menampakan senyuman. Kerjanya hanya marah-marah saja. Dia mulai berubah semenjak dia kehilangan suaminya itu. Keberadaannya tidak di temukan. Bahkan dia rela menjatuhkan harga dirinya hanya untuk mencari orang yang ia cintai.
"Sudahlah Puti, menyerah saja. Kalau dia bukan ditakdirkan untuk kamu, jangan memaksakan diri untuk mendapatkan sesuatu yang sebenarnya bukan kamu inginkan" Ujar makhluk hitam tinggi besar, bernama Siampa.
"Saya menginginkan dia, makanya saya harus mencari dia sampai dapat"
"Tapi bukankah percintaan manusia dengan dunia ghoib itu tidak boleh. Kan itu melanggar batasan"
"Batasan apa? Bukankah cinta itu adalah hak?" Ujar Puti membelalakkan matanya seolah ia tidak terima dengan apa yang di ucapkan Siampa. Puti semakin dikuasai oleh perasaan cinta yang menggebu-gebu. Baginya, ini bukanlah cinta. Melainkan ini adalah sebuah obsesi yang melampaui batas.
"Kamu jangan terlalu hanyut dengan perasaan kamu Puti. Ini bukan cinta"
"Ini cinta. Cinta adalah sesuatu yang dirasa sangat berbeda di sini. Bagaimana bisa kamu bilang ini bukan cinta. Setiap makhluk merasakan cinta" Ujar Puti dengan pendiriannya, ketika memahami sudut pandang tentang cinta.
"Setiap makhluk memang boleh merasakannya. Tapi ini bukan cinta bodoh!!"
"Kau mengataiku bodoh?? Berani-beraninya kau!!!" Ujar Puti serasa di ejek oleh orang satu ini.
Siampa memang terkenal sangat menakutkan. Dia memiliki badan tinggi besar. Meskipun demikian, ada yang lebih menakutkan dari itu. Ketika diantara mereka telah hanyut dalam sebuah asmara.
"Saya harus membawa Zainal kembali, tapi dia tidak mau memberikan petunjuk dimana pujaan hati saya berada. Magek itu pelit"
"Saya rasa dia tidak pelit. Dia cuman melindunginya saja"
"Iriggght kenapa kalian tidak mendukung saya. Saya sudah berusaha meminta dukungan kepada kalian, tapi kalian malah seolah-olah berpihak pada Magek" Ujar Puti.
"Okelah, kami tidak akan mendukung dia"
"Nah begitu"
Mereka terpaksa mengiyakan, lantaran Puti ini benar-benar keras kepala. Dikepalanya hanya sesosok manusia yang bernama Zainal. Bahkan di kediamannya, penuh dengan wajah Zainal, seseorang yang telah ia anggap sebagai seorang suami.
Salah satu diantara mereka, yang memiliki rupa yang tampan ketika menjadi manusia adalah Monra. Wujud aslinya adalah sibigau, yang tak lain adalah siluman monyet. Dia muak dengan kelakuan Puti yang seenaknya saja.
Maka ia memutuskan untuk pergi keluar, yaitu berjalan-jalan di sekitar wilayah bunian. Sebenarnya, ia mencari sebuah pintu yang bisa menghubungkannya ke alam manusia. Akan tetapi karena tidak bersua juga, akhirnya dia hanya melewati sebuah jembatan, yang kadang biasanya dilewati Magek kalau ia sedang malas membuka akses jalan pintas.
Ia berusia 1600 tahun.
"Muak kali aku tengok si Puti. Dikepalanya hanya manusia itu. Udah jelas-jelas dia melanggar aturan, malah durhaka pula dia. Itu cinta terlarang, kenapa harus dipertahankan." Ujar Monra meracau sendiri.
"Apa yang kau racaukan Monra?" Sebuah suara datang menyapanya yang muncul entah dari mana. Padahal ia merasa, ia tadi sendirian saja dihutan. Ia kemudian melihatnya ke belakang. Seorang pria yang baru saja berburu durian di hutan yang memasang wajah yang amat bangga.
Pria itu adalah adik kandung dari Magek, namanya Dama. Kalau dia berada di ranah Minang, dia adalah inyiak juga. Namun, dia menjadi makhluk yang sangat di segani di wilayah lain. Jadi dia adalah cindaku.
"Sudah lama kita tidak bertemu kawan" Monra mendongak ke atas.
Dama kemudian turun dari pohon yang amat tinggi.
"Apakah kamu mau menemani saya makan ketan durian? Saya ingin makan ketan durian buatan manusia. Saya traktir"
"Saya tidak nafsu makan untuk saat ini"
"Hey kawan, kalau sedang emosi itu lebih bagusnya kita makan bersama. Biar kepala terasa dingin"
"Saya lagi diet"
"Hah? Bisa juga makhluk macam kau diet juga"
"Sebenarnya aku sedang mogok makan"
Dama mencoba menerka apa yang terjadi pada sahabatnya itu. Ia tampak kusut dan sedang menyembunyikan sesuatu yang mungkin tak bisa dikatakan.
"Ada apa sebenarnya?"
"Kau tau ha? Dunia kita dibuat kacau oleh Puti Salati"
"Kenapa Puti?"
"Inyo bagak bana baralek jo urang nan bukan dari kalangan awak (Dia nekat menikah dengan orang yang bukan dari kalangan kita"
"Bukan dari kalangan kita?"
"Hmm"
"Maksud anda, manusia?"
"Ia. Dia sengaja bikin anak orang tersesatlalu diajak menikah. Padahal aslinya calon pengantinnya tidak mau"
"Terus, di mana suaminya?"
"Suaminya di sembunyiin sama abang kamu. Dan, abang kamu itu tidak mau memberitahukan posisi dimana suaminya. Sekarang dia ribut-ribut macam orang gila. Bahkan paling parahnya, dia buat pasukan dalam waktu semalam. Semua perempuan jadi palasik semua"
Puti Salati adalah salah satu makhluk yang paling ia benci. Ia pernah waktu itu, berkelahi lantaran ada sesuatu hal yang beda pandangan dengannya. Waktu itu, dia mengatakan bahwa semua makanan itu tidak enak dengan bawang putih. Apalagi untuk rendang. Bahkan, pada saat ada pesta di wilayah bunian, ia membuang sebuah makanan yang ada. Apalagi makanan itu adalah dia yang masak bersama dengan Sambadewa. Mendengar apa yang dikatakan oleh Monra, rasanya ..., balas dendamnya dapat dibalaskan, di mana dia di pisah secara paksa oleh Magek.
"Ndak ba'a tu do, di pisahan. Sakik hati den caliek inyo. Sakik bana ko ha. Ndak bisa den jalehan do ( Nggak apa-apa itu di pisahin, Sakit hati saya lihat dia. Sakit banget. Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata)"
"Sakik palo den jadi ee( Sakit kepalaku jadi nya)"
"katti ee lah, kalau inyo berang, dangaan se. (Kalau dia marah-marah dengarkan saja)"
"Io awak dangan se. Sakik kapalo awak (Sakit kepalaku)
Komentar
Posting Komentar