6.
Bacalah seperti membaca naskah novel.
“Baby I’m fall
in head over heels.
Looking the way to
let you know it’s time I feel.
I wish I was hold
in you’re by my side”
Dia
ditemani oleh lagunya Henry di mana pernah mengisi sountrack dari drama
bergenre law-fantasy-comedy drama While Were You Sleeping. Dia
membaca kasus itu sambil menonton ulang kembali drama yang pernah booming di
tahun 2017 di saluran TV KBS. Pemainnya adalah Bae Suzy, Lee Jong Seok dan Jung
Hae In. Dia paling suka dengan drama yang berbau hukum meskipun ada diselipkan genre
lain di dalamnya.
“Drama
Korea sekarang banyak yang bagus ya.” Kata Banu.
“Dari
dulu memang sudah bagus. Cuman, mulai menanjaknya ketika Descendant of The
Sun booming tahun 2016-an. Kapten Yoo Shi Jin, disini nama Song Jong Ki mulai tambang
melambung” Ujar Banu
“Saya
sebenarnya tidak terlalu suka dengan drama Korea. Tapi semenjak ada drama While
Were You Sleeping, dengan konsep dan jalan cerita yang sangat menarik
membuat saya tertarik mencari dan kasus dengan lebih teliti”
“Drama
Korea membuat Indonesia juga mencoba menghasilkan drama dengan jumlah yang
sangat sedikit”
“Jae
Chan, dia seorang jaksa yang begitu dicintai oleh Hong Jo. Benar gak sih nama
ceweknya itu. Mereka terikat bersama Woo Tak karena mengalami kejadian yang
sama. Satu karena tetanggaan, satu lagi karena merasa diselamatkan. Jung Jae
Chan seperti dreamcatcher”
“Kadang
kalau kita ingin mengungkapkan kebenaran, banyak yang menghalangi kita ya bro.
Itu menyebalkan sekali. Kalau bisa, orang yang menghalangi kita bungkam juga
seperti Jae Chan membungkam Lee Yoo Beom”
Sarla
mendengar ucapan Banu sejenak.
“Saya
gak tau harus membicarakannya bagaimana. Kamu harus seperti Jae Chan nantinya
di kasus ini.”
“Maksud
kamu?”
“Kasus
pembulian itu gak mudah. Kamu akan dihadapkan oleh banyak musuh. Kamu akan
dihadapkan dengan beberapa kartu. Kartu itu akan berpindah-pindah dalam keadaan
tertelungkup. Kemudian kamu cari kartu King, Queen, Jack lalu As. Terakhir kamu
pilih Joker. Joker adalah biang keladi yang sebenarnya”
“Joker”
“Sebelum
saya tobat menjadi polisi, saya dulu suka main poker dan pernah kena 12 tahun
dipenjara. Ketika saya melihat orangtua saya menangis, saya bersumpah untuk
tidak melakukannya. Maka dari itu saya bertobat.”
Sarla
kemudian tersenyum.
“Setiap
orang punya masalalu yang pahit. Saya juga sama. Saya dulu sering bolak-balik
masuk penjara hingga akhirnya saya memutuskan untuk bertobat”
Sarla
menceritakan pengalamannya sambil membaca kasus yang dapatkan dari Banu. Ia
membacanya berulang-ulang, karena ia merasa kasus yang ia tangani sangat aneh
tidak seperti kasus lainnya. Benar-benar tersembunyi.
“Darmawangsa
School. Saya kenal dengan sekolah ini. Dulu, ini adalah sekolah bertaraf
international. Tapi kenapa sekolah ini akreditasinya menjadi anjlok?”
“Dulu
katanya, sekolah ini telah melakukan kecurangan hasil nilai ujian”
“Hah?”
“Begitulah
yang saya dapatkan informasi.”
“Padahal
sekolah ini adalah sekolah favorite saya ini. Sampai saya berusaha keras
belajar bahasa Inggris untuk bisa masuk ke sekolah bergengsi itu”
“Saya
juga sama. Malahan saya dulu bergadang biar masuk kesana. Soalnya disana ada
kolam berenang gratis”
Sarla
melakukan scroll dilayar komputer, di dalamnya terdapat gambar-gambar
keadaan sekolah, serta momen-momen indah dalam sekolah itu. Sekolah ini rasanya
tidak mungkin menyimpan sesuatu yang gelap. Ia merasa ada sesuatu yang
mengganjal tapi apa ya?
Beberapa
saat kemudian pak Budi datang, sambil memegang ponsel.
“Maaf
saya baru saja dari luar, soalnya saya tadi baru saja mendapatkan telvon”
“Telvon?”
“Ia,
dari mentri Pendidikan. Bahwa kamu dan Banu di suruh pulang awal dulu. Jadi
saya juga akan melakukannya di awal”
“Tunggu,
maksudnya kita disuruh pulang cepat begitu?” tanya Banu dengan pasti.
“Ia
begitu kalian disuruh pulang lebih awal”
“Mungkin
kita di suruh istirahat duluan” Kata Banu.
“Padahal
saya baru saja mempelajarinya pak,Kasus ini bukan kasus yang main-main” Ucap
Sarla dengan wajah sedikit jengkel.
“Kamu
istirahat dulu di rumah. Soalnya kamu baru saja menyelesaikan kasus baru, Nanti
kamu stress” Kata Pak Budi memberi saran kepada anak buahnya.
“Ya
deh pak, saya pulang dulu”
“ia
pak saya juga”
Mereka
kemudian mengemasi barang-barangnya. Pak Budi kemudian tersenyum dan keluar
lagi dari ruangannya. Padahal dia baru saja menonton ulang drama kesukaannya, While
Were You Sleeping.
“Padahal
saya baru nonton ulang drama favorite saya loh. Ya udah deh, saya nonton
dirumah saja” Kata Banu.
“Saya
juga baru mau nonton Anya Spy X Family season 2. Anya waku-waku!”
“Nania teruno ano futari (Apa-apaan kamu ini?)”
Ucap Sarlata bergumam dalam hati dengan menggunakan bahasa Jepang. Ia juga
rencananya mau menonton One Piece sebagai list mingguan.
Sepertinya dia tidak akan mendapatkan waktu santai dalam bulan ini.
Sarlata
kemudian keluar dari ruangan tersebut. Ia jalan beriringan dengan Banu. Polisi
lain menatapnya dengan sinis. Berbeda dengan seorang polisi yang bernama
Mukidi. Ke dengkian antara polisi satu dengan lainnya semakin memuncak manakala
mereka berjalan dihadapan mereka. Mukidi yang menyaksikan itu diam dengan rasa
jengkelnya. Bagaimana tidak? Mereka hanya bisa saling menghujat satu dengan
yang lainnya dalam diam. Seperti seorang pengecut yang bagak dalam
kandang. Mereka saling memuji diri sendiri bahwa mereka bisa setara dengan dua
polisi yang kini pangkatnya tinggi diantara mereka. Mukidi terkesan membenci 2
pemuda yang sekarang sedang digunjingi oleh kawan satu perjuangan dengan
mereka. Anehnya dua pemuda itu menganggap apa yang mereka lakukan adalah angin
lalu.
Dua
orang pemuda itu makin lama melangkah terlalu jauh.
“Hah,
palingan mereka juga kerja hasil dekingan orang dalam makanya dia sering
mendapatkan kasus penting”
Sarlata
mendengar itu sebenarnya marah. Padahal dia bekerja bukan karena perantara siapa-siapa
. Dia memang mau menerimanya, lantaran dia paling senang melihat orang jahat
dijebloskan ke dalam penjara. Sejak dulu bahkan sampai kini. Tapi biarkan saja.
Dia hanya bisa diam, karena diam merupakan jalan terbaik untuk menskak-matt
orang yang hanya menghabiskan waktu membicarakan orang lain. Banu juga ikut
marah. Tapi ditahan oleh Sarlata.
Mukidi
melihat para pemuda ini. Dua orang itu tidak ada satupun menyenggol polisi lainnya. Tapi kenapa mereka seperti
ini, layaknya tidak ada memiliki jiwa besar sama sekali.
“Bagaimana
menurut bapak? Bukankah mereka mencari muka? Semua polisi bisa melakukan apa
yang mereka lakukan?”
“Ia
tuh, tidak ada istimewa-istimewanya”
Kehadiran
Banu dan Sarlata benar-benar menghilang. Sementara ia mendengarkan curhatan
para polisi kelas rendah dimana mereka kerjanya hanya meremehkan kinerja
oranglain.
“Ngapain
jugakan mereka harus diberikan penghargaan”
“Ia
tuh”
Mukidi
kasihan melihat para polisi ini.
“Kenapa
kalian tidak mau seperti mereka?”
“Bukannya
tidak mau, hanya saja kami punya kasus lain yang diurus”
“Bukankah
kasus kalian hanyalah sebatas tilang menilang saja? Itupun saya tidak yakin
kalau kalian melakukannya benar-benar memberikan sanksi kepada tersangka yang
tidak memakai helm, SIM, BPKB dan STNK. Uangnya pasti kalian makan sendiri
bukan diserahkan kepada negara”
Mereka
kemudian terdiam dengan pernyataan pak Mukidi, karena mereka merasa perkataan
itu seakan mencoba untuk memojokan mereka yang tak kalah parahnya daripada
perempuan yang suka menggosip.
“Anda
itu polisi baru ya? Jangan macam-macam dengan senior?!”
“Apa
pedulinya saya, kalau anda senior atau bukan? Bukankah kita ini sama-sama
polisi? “
“Apa??”
Mereka
tidak terima dengan pernyataan polisi yang usianya lebih tua dari mereka.
Terlebih lagi, meski sudah tua pangkatnya masih junior.
“Dasar
junior tidak tau diri”
“Saya
memang junior yang tak tau diri. Anda selama ini kemana saja?”
“Lu
udah tua, jangan cari masalah masalah ya !”
“Saya
tidak mencari masalah. Tapi sedang membongkar jati diri anda. Heh, entah kenapa
orang seperti anda bisa jadi polisi”
“Apa??!”
“Sabar
bro, ngelawan orang tua juga buang-buang tenaga”
Mereka
mencoba menahan amarahnya. Dasar polisi cingauak baroda. Gayanya
selangit, berasa berbicara seperti itu layaknya pangkat mereka sudah setara. Ia
geleng-geleng kepala dengan kelakuan anak muda zaman sekarang.
Sebenarnya
Mukidi mengaggumi kinerja mereka bertiga. Dia tidak pernah melihat polisi yang
seperti itu lagi semenjak banyak masyarakat menghujat instansi berbaju coklat
muda dan tua ini. Dalam hatinya semoga di misi berikutnya mereka tidak
mengalami apapun. Sebab, dia memiliki jiwa yang sportif.
Dia
membongkar beberapa daftar laporan yang baru saja masuk. Banyak sekali yang
melapor pada hari ini. Anehnya dari semua nama yang mereka lihat, ada beberapa
pelapor yang mengajukan pengaduan yang sama. Yaitu tentang pembulian. Kala ia
melihat itu polisi masih membicarakan 2 pemuda tadi.
“Terlalu
bersemangat bekerja itu, rasanya tidak baik”
“Lebih
baik kita kerja biasa-biasa saja. Nanti, kalau salah kaprah atau kurang teliti
kita juga yang salah”
“Itulah
saya tidak mau mengambil resiko”
Mendengar
itu Mukidi rasanya mau meledak. Tapi dia tidak mau mencari ribut dengan polisi
yang selama ini ternyata kebanyakan diantara mereka banyak makan gaji buta.
“Memang
Banu dan Sarlata adalah orang yang menjengkelkan. Sama menjengkelkannya dengan
pria tua bangka ini, Kita pikir, junior yang sudah alot ini bakal membela kita.
Tau-tau sama saja”
“Junio
Alot masih mending daripada kalian yang senior, tapi kinerja kalian sungguh
alot. Hah, brengsek kalian ini. Kalian adalah orang yang kuno”
“Dasar
bau tanah”
“Dasar bau tahi” ujar
Mukidi ikutan jengkel.
Hikaru
sekarang berada di rumah sakit. Muridnya harus terbaring koma dalam kondisi
yang memprihatinkan. Ia sendirian didalam sana, dalam kesedihan yang tak bisa
ia bendung. Ia menangis dalam keadaan menunduk. Hingga beberapa saat kemudian,
terdengar suara langkah kaki seperti orang terburu-buru mengejar sesuatu. Ia
kemudian menegakkan kepalanya.
“Bagas!!!
Bagas!!!”
Seorang
ibu dengan pakaian yang amat lusuh serta tangan yang berminyak datang kerumah
sakit.
“Bagasi!!!!”
Sang
ibu kemudian melihat anaknya terbaring tak berdaya dirumah sakit. Tangannya
gemetar hebat, tangisannya pecah. Bagaimana tidak, bayi yang ia kandung 9
bulan, di besarkan, di beri makan dengan
penuh kasih sayang, tapi ketika ia tumbuh dewasa malah menjadi santapan bagi
orang lain. Ibunya Bagas berteriak sambil memukul-mukul kaca.
Patah
hati terbesar bagi seorang ibu adalah melihat anaknya yang dipukuli sampai
tidak berdaya. Ibunya berteriak seperti orang gila. Mungkin, ini adalah anak
semata wayang. Para dokter mencoba untuk mencegahnya dengan cara seakan ingin mengusirnya keluar.Tapi sang ibu
tidak mau, karena dia bersikeras kalau itu anaknua Status Bagas belum bisa di
jenguk oleh siapapun.
“Saya
mau jenguk anak saya”
“Anak
ibu belum bisa di jenguk”
Sang
ibu kemudian putus asa.
“Jangan
ambil anakku Tuhan. Dia putra saya satu-satunya. Harapan saya.” Dengan nada
yang lirih sambil tersungkur. Hikaru kemudian datang menghampiri orantua wali
murid.
“Bu”
Mata
wanita itu bengkak tidak karuan, habis menangis sesegukan. Hikaru kemudian menunduk sambil memberikan pelukan
kepada seorang ibu, yang saat ini kondisi hatinya sedang rapuh.
“Saya
mengerti”Hikaru mengusap-usap punggung wanita itu. Kini hati wanita itu sedikit
tenang, tapi dia masih ingin menangis begitu keras sehingga Hikaru membiarkan
ibunya Bagas meluapkan segala emosi yang ada. Ia paham, lantaran ia juga
membayangkan, kalau seandainya ia menikah terus punya anak, mungkin sama
sakitnya, bahkan rela menjadi pembunuh demi anak kandung yang di aniaya oleh
orang lain.
Dia
kemudian membimbing wanita itu untuk berdiri. Dan membawanya duduk dikursi.
Wanita
itu sekarang berada diambang nestapa.
“Kemarin
saya anak, kenapa dia mendadak diam begitu? Dia gak jawab dan bilang tidak
apa-apa. Saya sudah yakin, kalau pasti
ada terjadi sesuatu”
Hikaru
ingin menjelaskannya apa yang sebenarnya terjadi. Tapi untuk saat ini tidak
mungkin dia menceritakannya. Situasi makin tambah rumit.
“Anak
saya dulu bahagia sekali lantaran masuk ke sekolah Darmawangsa. Tapi entah
kenapa dia menjadi begini?”
Hikaru kembali memeluk wanita itu.
Komentar
Posting Komentar