Crazy Headmaster Begin

 


7. THE CRAZY HEADMASTER prolog.

Sarla kemudian berpisah dengan Banu. Pikirannya, sampai dirumah dia harus mencari biang kerok dari kasus yang dia dapatkan. Bukan joker, melainkan mencari easter Egg. Joker memang pamungkas dari kartu-kartu lain selain kartu As. Kartu King , Jack, Queen, nilainya 10 point. AS nilainya 11 point sementara Joker nilainya tak terhingga. Entah kenapa kartu Joker itu lebih tinggi daripada kartu yang lain? Apakah itu setara dengan jabatan MPR kalau di dunia nyata? Permainan kartu sebenarnya tidak terlalu tetap nilainya. Dalam permainan judi pocker belum tentu AS paling rendah dibandingkan dengan Queen, jadi untuk sementara dia menggunakan Joker dalam permainan kartu remi dalam lingkaran permainan angka 45.

Ia pulang dengan menggunakan mobilnya. Ia sempat membaca semua kasus yang tertera dalam proposal tersebut sebelum ia pulang. Sarla mengingat sesuatu, ada yang aneh rasanya. Bagaimana mungkin kasus tertutupi di depan awak media? Pasti ada tersangka utamanya. Itu jelas, namun siapa dalang dibalik semua ini. Biasanya kasus seperti ini pasti ada orang penting yang terlibat.

Benar kata Banu, ia harus melumpuhkan anak buah dari Joker.

“Heh, kasus ini pasti penuh dengan konspirasi. Heh, kenapa konspirasi itu ada dimana-mana hah? Ku fikir, cuman buku Sejarah yang di sembunyikan saja yang menceritakan tentang konspirasi. Eh, tapi buku itu penuh dengan halusinasi. Daripada aku membaca buku itu, lebih baik aku baca tentang wattpad yang sering menggambarkan  C.E.O tampan dan cewek cantik. Walau yah ujung-ujungnya juga sesat” Ujar Sarla bergumam sendiri sambil menyetir. Mulai detik ini dia akan pintar-pintar menyusun rencana. Itulah mengapa kasus ini dipercayakan kepadanya. Konsentrasinya sedikit pecah lantaran ia hampir menabrak seorang gadis berhijab dengan wajah yang amat mengerikan. Untung saja dia mengerem terlalu cepat. Wajahnya diperban dan matanya bengkak. Ia keluar dari mobil lalu  ia mengecek apakah gadis itu tidak apa-apa?

“Kamu gak apa-apa?” Tanya Sarla dengan nada yang penuh khawatir. Gadis itu memiliki wajah yang lebam. Matanya sembab, serta bajunya yang panjang salah satunya sobek tepat dibagian siku belakang tangan kanannya. Gadis itu kemudian menangis.

“Hey, kamu kenapa? Mau saya antar pulang?” Tawar Sarla dengan tatapan kasihan.

“Gak usah pak” Gadis itu tampaknya masih SMA.

“Kamu jangan bikin saya marah. Saya paling tidak suka kalau dalam keadaan susah begini, kamu menolak bantuan” Ucap Sarla dengan nada mengancam. Sebenarnya itu bukan ancaman. Lebih tepatnya ia ingin mempertegas bahwa dia ingin menolong gadis itu. Dalam hatinya, gadis itu pasti di aniaya oleh teman-temannya. Gadis itu semakin menjadi tangisnya.

“Kamu kenapa lagi?”

“Teman saya bunuh diri pak” Ujar gadis itu yang sesegukan frustasi. Dia seperti mendengar petir di siang bolong. Dia ingin mengacak-ngacak kerudung yang dia pakai seperti orang yang depresi. Gadis itu tanpa sadar berbicara dengan polisi, karena dia melihat lelaki yang mengantarnya memakai seragam polisi. Meski dia tidak potong rambut.

“Teman saya bunuh diri pak. Karena diperkosa ramai-ramai”

“Kamu sekolah dimana?”

“Darmawangsa pak”

Plot twist! Baru saja dia membaca kasus yang dia dapatkan, dan sekarang mendengarkan sendiri saksinya yang hampir ia tabrak. Dia kemudian memapah gadis yang tidak tau siapa namanya masuk ke dalam mobilnya. Ia membuka mobilnya agar dia duduk dibagian supir. Gadis itu tidak mau, malah memilih di tengah, Mungkin karena Sarla bukanlah lelaki yang belum sah jadi muhrimnya, jadi gadis itu memilih untuk duduk dibangku tengah.Terserahlah, yang penting dia bisa mengantarkannya pulang dengan.

Ia menutup pintu mobil dibangku tengah. Lalu ia duduk dibangku supir. Didalam mobil, dia melihat lambang kenaikan pangkat. Serta ada topi yang tergantung disana. Kemudian mereka berangkat. Dalam perjalanan gadis itu masih menangis. Entah apa yang di tangisinya sehingga dia menangis tersedu-sedu sepertu itu. Jika Sarla tau, gadis itu mengenang sesuatu yang pahit.

Ia teringat dengan kejadian beberapa minggu yang lalu, ia lihat di atap gedung sekolah. Seorang gadis miskin berambut kepang terjalin berdiri di bibir balkon gedung yang terbuat dari tembok pula.Gadis itu berjalan santai di depannya dengan senyuman penuh nestapa.

“Siska, kita punya jalan keluar. Kamu jangan kaya gini”

“Kamu gak tau gimana jadi aku. Sekarang aku hamil dua bulan. Orangtua ku tidak percaya kalau di perkosa secara bergilir”

“Tapi aku percaya sama kamu …”

“Aku gak yakin. Kamu pasti sama dengan yang lain. Kamu di depan aku percaya tapi di belakang aku gimana?”

“Siska, aku, aku sama dengan kamu. Kita ini korban, gak mungkin aku gak ngertiin kamu. Aku paham lo”

Kejadian itu juga di saksikan oleh temannya yang merupakan seorang laki-laki.

“Siska! Turun kamu ! Bunuh diri bukan jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah kamu”

Siska teriak histeris. Dia bahkan menjambak rambut sendiri. Sebenarnya gadis itu membutuhkan support dari keluarga. Akan tetapi, dia sudah di buang oleh keluargannya lantaran dia di cap sebagai gadis jalang. Padahal bukan kejadiannya.

“Siska, nasib kita sama lo. Kamu gak sendirian, ada aku teman kamu dan juga kak Sinaro. Dia berpihak dengan kita”

Dia menatap Sinaro dengan tatapan penuh kebencian. Matanya yang sembab karena menangis, menganggap bahwa Sinaro berpura-pura membela kaum lemah lantaran dia ingin mengambil simpatisan dari orang-orang seperti mereka, yang sekolah hanya mengandalkan beasiswa dari pemerintah.

“Kamu saja dengan orang kaya yang ada di sini. Penipu”

“Siska, aku bukan penipu. Aku memang murni ingin bantuin kamu. Kamu jangan begini!! Kamu punya anak lo. Anak yang kamu kandung selama dua bulan. Gak mikir apa?”

“Aku ingin mengakhirinya bersama anak ku. Selamat tinggal untuk semua”

Siska menjatuhkan dirinya dari bawah dari lantai 4 sekolah, Gadis berhijab itu dan Sinaro berusaha berlari meraih tangannya gadis itu, tapi malah ia melepaskan genggaman gadis berhijab itu saat ia berusaha untuk mencegahnya melakukan bunuh diri hingga ia jatuh ke bawah dengan kepala jatuh ke lapangan dengan mengeluarkan cairan di kepalanya. Hingga kematiannya menjadi misteri siapa yang membuat Siska seperti itu. Bahkan di acara berkabungnya, Attila menangis berminggu-minggu lantaran kawannya harus mengakhir nyawanya sendiri. Dia menangis sepanjang hari melihat kejadian itu.

Bahkan orangtua Siska menyesal telah membuang anaknya yang memutuskan mengakhiri nyawanya sendiri.

Kejadian itu membuat gadis itu terpukul sampai detik ini. Bahkan dia menampar wajahnya sendiri sembari dia di antarkan oleh polisi itu. Sarla melihatnya dari kaca jendela, gadis itu pasti sedang mengalami trauma psikis. Matanya tambah sembab akibat menangis. Memerah seperti orang yang demam. Ia yakin, gadis itu menangis bukan di hari ini saja.

“Kamu kenapa coba cerita sama saya?”

“Nama saya Attila.” Dia memperkenalkan dirinya. Alangkah kagetnya Sarla.Gadis itu menunduk dengan kondisi yang masih terpukul akibat suatu peristiwa itu adalah, Attila.

“Nama saya Attila Ruqayah. Saya sekolah di Darmawangsa berkat beasiswa karena saya pernah menang lomba olimpiade geografi waktu itu. Saya pikir, saya pakai di perlakukan sama dengan siswa lain. Tapi nyatanya tidak. Teman saya banyak yang meninggal. Salah satunya teman terdekat saya namanya Siska, yang diperkosa oleh 12 orang memilih …, memilih untuk bunuh diri.”

Sarla benar-benar tidak bisa berkata apa-apa. Hatinya ikut hancur juga. Attila Ruqayah, dia sudah menemukan gadis itu di saat momen yang tepat.

“Kamu sudah mencari siapa tersangkanya?”

“Belum pak. Saya sudah mencari dengan guru saya. Namanya Hikaru. Bahkan kami sudah mencoba dengan mencari rekaman sisi TV. Tapi data itu terhapus”

Hidup ini penuh kejutan, apakah dia memang ditakdirkan untuk menggali kasus itu sampai ke akar-akarnya?

“Rumah kamu di mana? Saya antarkan?”

Sarla mengantarkan Attila sampai di tempat tujuan. Ia diberhentikan di depan sebuah gang yang kalau di lihat mobil tak akan bisa masuk. Jadi dia berhenti di depannya saja. Gadis itu keluar dari mobil dengan langkah yang tergopoh-gopoh. Sebelum ia sampai di rumah, Sarla membuka kaca mobilnya dengan memanggil gadis itu.

“Attila?”

“Ya pak?”

Sarla memberikan sebuah kartu namanya dengan nama inisialnya saja. Yaitu Sasa, nama bumbu masakan yang dia ambil untuk mempersingkat namanya.

“Sasa?”

“Nama saya Sasa. Saya tidak bisa memberikan identitas asli saya ke kamu. Kamu bakal ketemu saya nanti. Ini kartu nama saya, kamu bakal ketemu saya nanti. Kamu tunggu aja kapan saya akan datang. Saya janji”

Attila kemudian tersenyum.

“Terimakasih. Saya akan simpan ini, pak Sasa”

Sarla kemudian menutup kaca mobilnya dengan senyuman. Setelah di tutup, senyuman itu seketika berubah menjadi wajah yang suram. Bayang-bayang tangisannya, dan semua cerita yang barusan dia dengar, dia fikir semua kejadian ini terjadi dalam drama Korea yang bercerita tentang pembulian. Ia tertawa kecil sambil menatap dengan pandangan miris tapi fokus untuk mengemudi.12 orang, seorang gadis SMA di perkosa secara bergilir, ini benar-benar gila. Apakah mereka tidak pernah membayangkan bahwa kalau seandainya, posisi seseorang yang dipergauli secara tidak sah menimpa ibu, adik atau kakak perempuan mereka.

Perjalanan menuju pulang ke rumah memakan waktu se jam 30 menit. Ia harus mengingat semua kejadian yang telah di ceritakan oleh narasumbernya langsung, serta ia akan menceritakannya kepada Banu dan juga pak Budi nanti. Mereka harus tau besok.

 Dia berhenti sejenak saat lampu merah menyala. Sambil menunggu lampunya hijau, ia menikmati cemilan yang masih ada di dalam laci. Ada chocolatos jumbo yang tersimpan disana. Ia memakannya seperti orang yang menyudu rokok. Ia melihat di pinggir jalan, anak-anak pulang dengan begitu riangnya. Berbagai tingkatan pelajar keluar dengan seragam mereka masing-masing. Indahnya, Sarla ingin kembali menjadi anak sekolah tanpa ke sibukan apapun. Namun, di balik kaca mobil 2 orang anak laki-laki saling tarik-menarik satu sama lain. Lelaki pertama menggenggam tangan lelaki kedua. Tapi lelaki kedua tidak mau, lantaran ia sudah muak. Lelaki pertama mencoba menahannya pergi. Sepertinya mereka dua orang sahabat yang saat ini sedang bertikai. Sarla melihatnya sambil memakan cemilan yang ada. 2 orang remaja laki-laki itu berkelahi di tengah jalan. Aneh juga ya, mereka berkelahi layaknya orang pacaran. Tak hanya dia saja yang melihat, yang lainnya juga.

Lelaki pertama meletakan kedua tangannya terhadap wajah lelaki kedua, lalu sih lelaki pertama menatapnya seperti pria menatap wanita dengan penuh arti. Firasat Sarla mulai tidak enak. 2 orang remaja lelaki itu mulai menyatukan aroma nafas mulut mereka, hingga Sarla bergumam dalam ‘anjing!” Katanya mereka pasangan gay ternyata. Kenapa banyak sekali lelaki yang belok? Mereka nekat beradu mulut beneran di pinggir jalan dengan nafas yang memburu, penuh dengan gairah nafsu.

“Lebih baik nengok taik, walau menjijikan. Ah!!!!!!!!! Cepatlah lampu hijau” Dia marah-marah sendiri dalam mobil. Perjalanan masih jauh, hingga beberapa saat sampailah ia di rumah. Ia tinggal di kompelks perumahan minimalis dimana ada satpamnya. Penutup jalan di buka. Di sana ada juga terpasang kamera sisi TV untuk mengintai apakah ada pencuri yang masuk, ada hal kejahatan lainnya.

Sesampainya di rumah, ia memarkirkan mobilnya ke dalam garasi.serta mematikan mesinnya  Lalu, ia keluar dari sana. Ia menutup pintunya, dan melihat segerombolan anak sekolah berdiri dihadapannya memandangnya dengan tampang memuja.

“Kenapa ini polisi mukanya kaya orang Jepang ya? Ganteng banget”

“Ia walau rambutnya kaya Jamet kek Uchiha Madara, tapi cakep ya”

“Bukan kaya jamet. Tapi kaya Kenshin.”

Dalam hati, apakah ia setampan itu? Padahal dia pertama kali memanjangkan rambutnya seperti ini, lantaran iseng saja. Tapi pak Budi memberikan ultimatum, bahwa rambutnya jangan dipotong.

“Gantengnya”

“Terimakasih” ujar Sarla dengan senyuman tulus tapi begitulah.

Kemudian ia masuk ke dalam rumah, lalu mengunci pintu. Para gadis SMA itu kembali memandangnya dengan memuja.

“Hah, bahkan sedang tutup pintu juga dia keren amat”

Ia merasa lega karena baginya, di kerumuni gadis adalah sesuatu yang merepotkan daripada menuntaskan sebuah kasus yang sering ia terima di kantor polisi. Ia kemudian, pergi ke kamar dan merebahkan dirinya sejenak. Setelah itu ia kembali bangun dan duduk diatas kasus sambil perlahan-lahan melepaskan semua pakaiannya sampai tak ada sehelai benang-pun yang melekat di badannya, ia mengambil handuk untuk menutupinya, dan mengambil pakaian ganti sebab ia mau mandi.

Selesai mandi, ia keluar dalam keadaan baju yang terganti lengkap. Dia memandang dirinya di depan kaca. Rambutnya seperti gadis emo tahun 2014 ke bawah. Gaya potong rambut harajuku­-nya¸ pertama kali ia panjangkan lantaran dia menyamar sebagai seorang anak preman dengan gaya gembel. Dan sekarang, ia tidak boleh memotong rambutnya itu. Padahal dia ingin ganti gaya rambut, biar terkesan rapi.

Sesudah berkaca, ia segera melepaskan handuk yang sempat ia kalungkan lalu Sarla mengambil proposal tadi untuk diletakan diatas meja. Ia ambil  buku jurnalnya, kemudian pena, dan dia mulai merumuskan masalah dalam berupa hipotesa. Tidak lupa juga, laptop  harus ikut serta mendampingi.

Di halaman pertama kasus dibuka sejak tahun 2021. Di sana ada nama Maria Nasution. Dari fotonya, dia adalah seorang gadis berwajah tirus. Wajahnya cantik, tapi setelah dibuka halaman berikutnya, ia melihat ada bekas jahitan besar disebelah kiri. Wajahnya menjadi buruk rupa karena sebuah penganiayaan. Serta, ada bekas bakaran puntung rokok disekitar pelipisnya.

Dia kemudian mencarinya lewat search engine, informasi tentang Maria ini. Banyak sekali artikel yang memuat tentangnya. Terparahnya, ada sebuah foto yang sangat mengerikan. Dia ditemukan tewas dalam keadaan setengah telanjang,  dimana bagian punggung belakangnya telah menampakan tengkorak. Ia catat tentang Maria ini. Informasi pertama, ia cari tentang Maria Nasution.

Di ketahui, Maria adalah seorang siswi miskin yang berhasil mengharumkan nama anak bangsa di kancah internasional. Dia mendapatkan beasiswa ke sekolah bergengsi di tahun 2021. Maria adalah pemain biola ternama, di mana lagu yang sering ia mainkan adalah Ung Kwi Baram.

Ung Kwi Baram?” Ujar Sarla. Ia kemudian membuka youtube sambil mencarinya. Berdasarkan hasil penelusuran, keluarlah beberapa video yang ada. Di mana ada seorang wanita yang memakai pakaian hanbeok tapi ini khusus untuk para gisaeng. Melihat dari background-nya, rasanya ia tidak asing.

“Ini Ha Ji Won?” Dia melihat foto artis Korea yang duduk dalam posisi bersila, seperti laki-laki Indonesia yang sedang nongkrong di kedai kopi. Tapi ini versi anggun dengan tata krama tertinggi. Sarla mencoba mengingatnya, rasanya ia pernah menonton drama ini sewaktu ia SD dulu.

“Tunggu! Ini Hwang Jin Yi?”

Dia mendengarkannya sampai habis. Aransemennya sangat mewah sekali.

Lagu itu tak hanya diputarkan oleh 1 orang, tapi melainkan ada seorang remaja laki-laki mendengarkan lagu itu dengan wajah yang amat sendu. Ini adalah lagu dari original sountrack, Hwang-Jin-Yi drama lawas yang sangat di sukai oleh sosok gadis yang pernah hidup pada masanya. Dia menangis bila ia mengingat semua tentang gadis itu. Remaja tampan yang rambutnya di kucir duduk termangu diruang labor komputer, sendirian tanpa seseorang.

Nasibnya sama dengan kisah hidup Hwang Jin Yi. Tapi kali ini dirinyalah yang mirip sekali dengan wanita gisaeng yang hidup pada masanya. Jika Hwang Jin Yi kehilangan Eun Ho karena perbedaan kasta, maka dia mengalami hal yang sama. Hanya saja, gadisnya yang meninggal. Kalau dalam drama Hwang Jin Yi, Eun Ho yang mati akibat sakit keras dideritanya. Pikirannya selama sakit, tak pernah lepas dari Hwang Jin Yi yang sebentar lagi akan tidur dengan ayahnya. Namun, tidak jadi lantaran Hwang Jin Yi lebih memilih kabur dan ingin bersama Eun Ho, berkat bantuan ibunya, dan teman sang ibu. Sayangnya Eun Ho pada malam itu tidak datang. Eun Ho datang di pagi hari sambil meminta maaf kepada kekasihnya dalam kondisi yang semakin kritis. Mereka sama-sama sakit dan juga hancur, namun Eun Ho meninggal membawa cinta yang menyakitkan dalam peristirahatannya yang abadi. Di balik hujan yang membasahi bumi, saat pengawal Eun Ho membawa peti matinya. Langkahnya tidak bisa digerakan, sebab sepertinya ia ingin melihat gadis itu untuk yang terakhir kali. Pengawalnya merasa kesal dalam kesedihan, sementara kawannya yang menyaksikan itu turut menangis. Seolah-olah kehadiran pria tersebut untuk Hwang Jin Yi kini hanyalah mimpi.

Ia ingin membalikan badan untuk mencoba memberitahu pada Hwang Jin Yi, tapi gurunya datang dengan perasaan ego yang berkepanjangan. Guru seni Hwang Jin Yi menyuruhnya masuk dengan kejam. Tapi Jin Yi bersikeras ingin melihat Eun Ho untuk terakhir kali di saat hujan turun begitu derasanya. Ia keluar dari gerbang rumah pemukiman para gisaeng tinggal, di situlah Hwang Jin Yi meratapi dengan penuh nestapa. Dia mengeluarkan semua kata-kata dengan airmata yang berlinang. Bahkan ia mamberikan pakaian yang ia kenakan untuk Eun Ho yang telah tertidur abadi, dalam hujan yang tiada henti dengan memberikan kesan ia takut kekasihnya itu kedinginan.

5 Tahun setelah kepergian Eun Ho, ia benar-benar terpuruk. Ia menjadi orang yang berbeda. Yang awalnya penuh dengan keceriaan, berubah menjadi perempuan yang penuh dengan misteri serta tidak banyak bicara. Dalam sejarahnya, dia adalah seorang gisaeng yang berbeda di eranya.

Sinaro, memutar lagu lainnya dalam judul drama yang sama. Dalam hatinya, ia mengenang nama Maria dalam hidupnya. Ia dan Hwang Jin Yi bernasib sama. Bahkan ia tidak mau mengganti gadis lain, meskipun ia sudah bertunangan dengan gadis brengsek bernama Sandra.

Ia tidak peduli dengan perasaan Sandra yang selalu menatap sendu dirinya. Dari Maria, ia berjanji akan melindungi hak orang miskin. Ia membantu Attila dalam menyelesaikan proposalnya, sebab ia tak ingin ada korban yang sama  seperti Maria yang mati dengan tragis.

Dia menatap foto gadis itu.

“Kamu bahkan tetap cantik di dalam foto ini” Ujar Sinaro dengan airmata yang jatuh dengan sendirinya. Bahkan, ia membawa sebuah biola yang pernah dimainkan oleh gadisnya.

Sebenarnya hidupnya tak hanya bagaikan drama Hwang Jin Yi. Tapi lebih tepatnya seperti kehilangan Kaoru karena sakit kanker. Atau seperti seorang pria yang selalu bercanda dalam I want to eat your pancreas. Setidaknya, Kaoru mati secara wajar. Sedangkan Maria, gadis yang pandai bermain biola meninggal dalam keadaan mengenaskan. Lucunya, sampai saat ini tersangkanya belum ditemukan.

Ia keluar dari ruangan komputer. Sekolah sudah kosong. Sinaro menggendong tasnya sambil membawa biola milik mendiang Maria. Remaja laki-laki itu memeluk alat music gesek tersebut seperti memeluk tubuh kekasihnya. Dari kejauahan, seorang gadis melihatnya dengan tampang yang amat sedih. Sandra, ia tahu benda yang di pegang oleh Sinaro adalah milik Maria. Hatinya ikut tercabik meski dia kelihatan bengis. Entah kenapa, melihat Sinaro hanyut dalam kesedihan perasaan manusiawinya muncul. Mungkinkah ini namanya cinta perlahan-lahan membawa perubahan dalam hidupnya?

Jika cinta mendatangkan effect baik kepadanya, Sandra mau mati-matian untuk mengubah sifatnya meski itu dari nol. Tapi jiwa psikopatnya masih senang menyiksa orang lain. Sandra melihat tangan indahnya, berapa banyak luka yang ia torehkan kepada orang lain. Bahkan dia juga tega merenggut kebahagiaan orang lain. Wajahnya mendadak suram, seakan ia ingin keluar dari tangan ini tapi ia tidak tau bagaimana caranya.

Sandra diam-diam mengikuti Sinaro. Ia tau, bahwasannya tunangannya itu sangat mencintai Maria. Ia beranggapan bahwa biola itu adalah jelmaan Maria dalam bentuk benda mati. Roh  Maria terperangkap abadi di dalam senar yang pernah ia gesekan untuk membuat dunia hanyut dalam harmoni.

Ia seakan ingin melindungi Sinaro meski pujaan hatinya tidak tau, bahwa ada dia yang selalu menjaga. Jangan sampai Lidya melihat kejadian ini. Ia menutup wajahnya dengan topeng.

Hikaru kemudian memutuskan untuk menjaga muridnya yang masih koma. Selang infus masih melekat di wajah anak laki-laki itu.

“Berharap Bagas bisa sadar”

“Saya berharap pelakunya segera di temukan”

“Ia saya juga berharap”

Wanita itu memeluk wanita paru baya yang sedang menangis dalam sedu-sedan. Betapa perihnya jika anak yang sedang koma ini adalah anaknya sendiri. Pasti tak tanggung emosinya seperti apa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar